Wednesday, December 22, 2010

Malu dengan Bahasa Ibunya Sendiri ?



 Mungkin kata-kata premiere, XXI cinema ( baca : x x one atau twenty first) atau twenty one (21cineplex) sudah tidak asing di telinga kita. Bahkan kata-kata itu selalu kita gunakan dalam perbincangan sehari-hari. Mungkin ketika kita menonton acara-acara dalam salah satu televisi swasta, mereka lebih banyak menggunakan istilah-istilah asing seperti headline news, breaking news, good morning atau istilah-istilah lainnya. Saya yakin, bahwa Anda semua (termasuk saya) lebih sering atau bahkan selalu menggunakan kata handphone, dibandingkan dengan telepon genggam atau telepon seluler. Kita terbiasa menggunakannya dalam pembicaraan sehari-hari seperti,

Handphone kamu merk-nya apa ?” atau

 “Aduh, handphone gue low bat nih…” (low bat : baterai lemah)

Akan menjadi hal yang cukup aneh, ketika kita menggunakan kalimat seperti,

“Telepon seluler kamu mereknya apa ?” atau,

“Aduh, telepon genggam gue baterainya lemah nih…”

Lucu ? Atau aneh ?

Ada apa dengan bahasa Indonesia ? Apakah masyarakat kita sudah mulai malu untuk menggunakan bahasa ibunya sendiri ?


Globalisasi. Satu kata yang tidak pernah bisa dilepaskan dari seluruh masalah sosial di seluruh dunia. Menurut wikipedia.org Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.

Globalisasi adalah suatu proses di mana antarindividu, antarkelompok, dan antarnegara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara

Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat peka terhadap pengaruh arus globalisasi. Masyarakat kita cukup mudah dipengaruhi untuk menjadi pengikut budaya asing. Karena kita terbiasa untuk menjadi “follower”, bukan “trendsetter”. Hal inilah yang membuat arus globalisasi dapat mengalir cukup deras tanpa halangan dalam budaya masyarakat kita.

Begitu pula dalam bahasa. Bahasa adalah termasuk alat pemersatu bangsa yang sangat fatal akibatnya jika kita biarkan larut terbawa arus globalisasi. Kita memang tidak boleh terlalu menutup diri dalam menerima perkembangan globalisasi, tetapi kita harus tetap menjaga dan melestarikan bahasa ibu kita, yaitu bahasa Indonesia.

Belajar bahasa asing memang tidak salah. Bahkan kita sebagai masyarakat internasional harus bisa menguasai bahasa internasional yaitu bahasa Inggris. Tetapi, tampaknya persepsi masyarakat kita agak sedikit berubah terhadap image dari bahasa Inggris tersebut. Ketika kita banyak menggunakan istilah asing dalam menampilkan produk dalam negeri, mungkin sebagian perusahaan menganggap itu akan menjadi sesuatu hal yang’keren’. Tetapi sesungguhnya, kecintaan terhadap bahasa negeri ini pun menjadi diragukan.

Ketika kita menonton salah satu stasiun televise swasta yang menampilkan berbagai acara, sering kali kita jumpai acara tersebut menggunakan nama dengan bahasa Inggris. (sebut saja : headline news, breaking news, dll) Padahal jika ita kaji lebih lanjut, berita yang ditampilkan adalah berita dalam negeri yang notabene dalam penyampaiannya pun menggunakan bahasa Indonesia.

Apakah judul itu hanya ingin terlihat supaya lebih ‘keren’ ?

Ketika kita melihat mall-mall atau pusat perbelanjaan yang ada di kota-kota besar, banyak yang tidak pede (percaya diri) tanpa menggunakan bahasa asing. Contohnya, salah satu pusat perbelanjaan yang besar di ibu kota, menggunakan nama, sebut saja “The Plaza X” Mengapa harus ada embel-embel “The” ? Padahal Nama dari mall tersebut adalah nama salah satu daerah di ibukota, di Indonesia, yang notabene adalah bahasa Indonesia.

Bingung ?

Apakah sebegitu antusiasnya masyarakat kita menggunakan bahasa asing ?

Toh, ketika kita amati, penduduk Indonesia yang menggunakan dan fasih berbicara bahasa asing (bahasa Inggris) tidak lebih dari 50 % dari seluruh penduduk Indonesia.

Apakah ini hanya digunakan untuk gaya-gayaan saja ?

Memang terkadang mencintai dan mengagumi apa yang bukan milik kita itu lebih mudah disbanding harus mencintai dan mengagumi sesuatu yang memang milik kita sendiri.

Mengapa kita tidak membuat produk yang dengan bangga menggunakan bahasa Indonesia ?

Mengapa kita tidak mencoba mempopulerkan bahasa ibu kita di kalangan internasional, sehingga bahasa Indonesia bisa menjadi bahasa ‘keren’ yang diperhitungkan dalam kancah internasional ?

Ironis.


No comments:

Post a Comment